...Lebih Baik Diasingkan Daripada Harus Menyerah Pada Kemunafikan...

Kamis, 10 November 2011

Ayahku Bukanlah Ibrahim

ceramah Sahabat. Hari ini bertepatan hari raya Idul Qurban. Saya ingin berbagi tulisan yang diilhami dari suasana idul adha tadi pagi. Inilah tulisan sederhanaku, semoga dapat menjadi renungan bersama.
*****
Pada suatu peringatan, ditunjuklah penceramah yang telah dipersiapkan. Penceramah itu menyusun konsep dengan untaian kalimah syahdu nan indah akan pengorbanan dan keikhlasan yang maha dahsyat dari seorang peletak monotheisme: Nabi Ibrahim A.S.
Penceramah ini setiap kali ber-khotbah selalu sukses membuat jama’ah tersedu-sedu, mengalirkan butiran air mata bening dan terkadang ada jamaah yang meraung.
Kisah-kisah kesedihan, pencerahan, optimisme, kemanusiaan, perjalanan suka duka berakhir dengan kesuksesan. Semuanya digelegarkan sang muballiq dengan sangat apik. Ia berhasil memukau dan menghipnotis jamaah, bahkan sang muballiqpun beberapa kali meneteskan air mata dan menyekanya di atas mimbar.
Hanya seorang jamaah saja yang tidak terharu dengan ungkapan-ungkapan indah sang muballiq. Ia adalah putra dari sang penceramah.
Seuasai pelaksanaan acara tersebut,  seseorang menghampiri anak  yang sedari tadi memperhatikannya. Ia pun bertanya: “Nak, saat para jamaah terharu dan terisak-isak. Saya amati Ananda tak sedikitpun terharu. Kenapa?”.
Putra sang penceramah inipun menjawab dengan perlahan: “Ayahku setiap tahunnya memang berlatih untuk mengungkapkan kalimat-kalimatnya seolah apa yang ayahku katakan adalah nyata”.
“Maksud Ananda apa?”.
“Seolah qurban itu nyata baginya. Itu hanya kata-katanya saja. Seolah kata-kata itu mewakili perbuatannya sehari-hari. Celakalah Abu Lahab. Celakalah ayahku yang mengkhotbai banyak orang tapi ayahku tidaklah seindah ucapan-ucapannya. Ayahku takkan mengucapkan semua itu di rumah sebab ibu, kakak dan adikku tahu siapa ayahku. Dia bukanlah Ibrahim yang menyayangi kami sepenuh hati, menemani kami berlama-lama saat kami sakit, meluaskan waktu untuk menuntun kami saat gundah, dan mengusap ubun-ubun kami saat didera masalah. Ibulah yang melakukan semua kerinduan kami akan kasih sayang. Ayahku bukanlah Ibrahim walau kami ingin jadi Ismail.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar