SUDAH tiga bulan terakhir ini Dony Yuliardi wira-wiri Jakarta-Yogyakarta. Dalam sepekan, bisa dua-tiga kali Manajer Strategi Korporat dan Pengembangan Bisnis PT XL Axiata ini menyambangi Kota Gudeg. Di sana, operator seluler ini menggarap proyek baru: bisnis pembayaran bergerak (mobile payment) bernama XL Tunai. Perusahaan seluler milik Khazanah Bhd, Malaysia, itu telah mengoperasikan transaksi berbasis jaringan telepon seluler dua pekan lalu. "Yogyakarta jadi percontohan karena salah satu basis pelanggan kami di Jawa," ujarnya kepada Tempo di Jakarta, Rabu pekan lalu.
Dony dan timnya gencar menyurvei pelanggan, merekrut gerai mitra (merchant), dan melakukan uji coba. Tes terakhir dilakukan bulan lalu. Dua ratus pelanggan di Yogyakarta diajak mencoba XL Tunai di empat merchant, yakni restoran Dixie, Warung Pasta, Distro Slackers, dan arena game Fantasia Galeria Mall. Telepon seluler pelanggan diisi pulsa senilai ratusan ribu rupiah untuk uji coba transaksi. Pelanggan membayar atau membeli produk dengan menggunakan pulsa itu. Hasilnya lumayan. Pelanggan XL merespons positif layanan baru ini.
Butuh waktu panjang bagi XL menelurkan sistem pembayaran sebagai bisnis baru di luar telekomunikasi. Pada 2008, operator seluler ini pernah meluncurkan Transfer Instan, yang melayani remittance atau jasa pengiriman uang melalui telepon seluler. Tapi hasilnya kurang memuaskan. "Volume transaksi dalam sebulan hanya ratusan kali," ujar Dony. Toh, niat XL terjun di bisnis pembayaran bergerak tak surut.
XL bisa dibilang telat lantaran pesaingnya, PT Telkomsel dan PT Indosat, lebih dulu bermain di segmen ini. Telkomsel meluncurkan pembayar bergerak T-Cash empat tahun silam. Setahun kemudian Indosat meluncurkan Dompetku.
Metode layanannya relatif sama. Pelanggan terlebih dulu mengisi rekening pulsanya ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Rekening ini akan tersimpan dalam server operator seluler. Selanjutnya pelanggan atau pemilik telepon seluler menggunakan pulsanya untuk bertransaksi di gerai yang sudah bekerja sama dengan operator tersebut. Layanan ini dikenal sebagai uang elektronik atawa e-money. Proses transaksinya lumayan cepat, hanya tiga menit, karena didukung teknologi pertukaran informasi teks berkecepatan tinggi.
Layanan pembayaran bergerak di Indonesia sudah muncul 10 tahun silam. Segmen ini awalnya hanya dilayani bank dengan menggunakan kartu debit dan kartu kredit sebagai fitur tambahan penggaet nasabah. Perusahaan telekomunikasi ikut nimbrung lantaran melihat ada ceruk pasar tak diisi oleh bank. "Ada 40 persen penduduk tak tersentuh bank. Ini sasaran kami," ujar Dony.
Prospek layanan pembayaran bergerak cukup cerah karena sistem pembayaran nasional, terutama untuk fasilitas publik, akan diarahkan menuju transaksi nontunai. "Itu bisa mengurangi pemakaian uang konvensional (kertas atau logam) yang biaya produksinya mahal," kata Kepala Biro Pengembangan dan Kebijaksanaan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Aribowo kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
Potensi pendapatannya juga menjanjikan. XL Tunai, misalnya, mengutip semacam biaya (fee) maksimal Rp 2.000 untuk setiap transaksi pembayaran tagihan. Indosat memungut Rp 1.000 untuk setiap transaksi pengiriman uang dalam layanan Dompetku. "Transaksi lain tidak dikenai biaya," kata Ari Setiawan, Kepala Divisi Mobile Commerce Indosat. Operator seluler juga bisa mendapat keuntungan lain dari pengisian ulang rekening pulsa uang elektronik, yang besarnya Rp 25 ribu hingga Rp 5 juta.
Lantaran pemainnya semakin ramai, persaingan pun kian ketat. Tahun ini Bank Indonesia mencatat ada 11 penyelenggara layanan uang elektronik. Enam di antaranya bank dan empat lainnya perusahaan telekomunikasi. Penyelenggara nonbank bersaing dalam sisi teknologi dan berebut gerai mitra transaksi, seperti restoran hingga layanan pembayaran listrik, air, dan telepon.
Telkomsel T-Cash, misalnya, sejak awal berdiri sudah menggaet ratusan gerai swalayan Indomaret. Gerainya semakin banyak, dari agen penjualan tiket pesawat hingga layanan pembayaran listrik dan air. "Kami sudah memiliki 260 gerai mitra," kata Wakil Presiden M-Commerce Telkomsel Bambang Supriyogo. Gerai mitra bisa kebagian rezeki layanan transaksi ini. "Nilai transaksi T-Cash di 5.000 gerai kami mencapai Rp 1 miliar per bulan," kata Direktur Pemasaran Indomarco Prismatama-induk pengelola Indomaret-Wiwiek Yusuf kepada Tempo di Jakarta.
Meski ada persaingan, toh transaksi mobile payment operator seluler masih kecil. Data Bank Indonesia menunjukkan, tahun lalu volume transaksinya hanya 640 ribu kali, dengan nilai hanya Rp 21,4 miliar. Bandingkan dengan volume transaksi uang elektronik perbankan sebanyak 25 ribu kali senilai Rp 671 miliar.
Pelanggannya juga ternyata tak terlalu banyak. Selama empat tahun mengoperasikan T-Cash, Telkomsel baru bisa menggaet 4,5 juta nomor atau lima persen dari total pelanggan selulernya sebanyak 95 juta nomor. "Kontribusinya pada pendapatan Telkomsel masih sebatas layanan pemberi nilai tambah (value added service)," ujar Bambang. Indosat Dompetku bahkan hanya menjaring 100 ribu konsumen dari 40 juta nomor pelanggannya.
Menurut Aribowo, rendahnya kinerja pembayaran bergerak operator telepon lantaran terbatasnya perangkat penunjang konsumen maupun gerai mitra. Masyarakat juga belum terbiasa dan masih nyaman memilih sistem pembayaran konvensional, yang lebih aman. "Sulit mengubah pandangan dan kebiasaan masyarakat," kata Aribowo.
Padahal Bank Indonesia telah menyiapkan aturan khusus guna menjamin keamanan transaksi pembayaran lewat ponsel ini. Ada syarat bagi perusahaan telekomunikasi agar bisa menggarap layanan ini, di antaranya audit teknologi secara berkala dan kewajiban operator menyediakan dana jaminan di bank senilai uang elektronik yang diterbitkan. "Ini untuk berjaga-jaga tatkala operator gagal bayar," kata Aribowo. Untuk meminimalkan risiko, pelanggan juga hanya diperbolehkan mengisi pulsa atau rekening uangnya maksimal Rp 20 juta sebulan.
Tak adanya sistem kliring antaroperator juga memperlambat pertumbuhan layanan uang elektronik. Akibat tak ada kerja sama, kata Aribowo, setiap operator hanya bisa terpaku merayu pelanggan selulernya sendiri. "Ini menghambat ekspansi," ujarnya. "Padahal pesatnya layanan pesan pendek (SMS) karena ada kerja sama lintas operator."
Kini bank sentral sedang menggodok aturan kerja sama antaroperator seluler agar transaksi pembayaran bergerak berkembang. Standarnya mengacu pada layanan pembayaran nasional (national payment gateway). Tak hanya uang elektronik, aturan yang ditargetkan kelar akhir tahun ini juga mengendalikan semua metode pembayaran nontunai, seperti kartu kredit dan kartu debit. "Ini menuju cashless society," kata Aribowo.